Kasus Hukum Misran, Mantri Desa yang Malang
Kasus ini bermula dari sebuah niat baik dan tanggung jawab Misran sebagai seorang mantri disuatu desa kecil di Kalimantan Timur. Misran sudah mengabdikan hidup membantu melayani masyarakat disana selama lebih dari 18 tahun. Usia pengabdian selama 18 tahun bukanlah usia yang singkat. Selain sudah sangat mengenal masyarakat disana, Misran sebagai seorang Mantri sudah pasti sangat banyak menangani kesehatan masyarakat disekitarnya.
“Saya meminta keadilan kepada hakim MK karena saya memberikan resep adalah tugas saya sebagai tenaga medis,” ujar Misran, Selasa (6/4).
PN Tenggarong yang diketuai oleh Bahuri dengan hakim anggota Nugraheni dan Agus Nardiansyah memutuskan hukuman 3 bulan penjara dan denda Rp.2 juta rupiah susbsider 1 bulan penjara pada tanggal 19 November 2009 yang lalu. Keputusan ini dibuat atas pertimbangan hakim bahwa Misran sebagai seorang mantri yang melanggar UU No. 36/2009 tentang Kesehatan pasal 108 tentang penyimpanan dan pengunaan obat. Pasal 82 ayat 1 huruf D juncto Pasal 63 ayat 1 UU No 32/1992 tentang kesehatan yaitu Misran tidak memiliki kewenangan memberikan pertolongan layaknya dokter. Putusan ini kemudian diperkuat oleh PT Samarinda.
Setelah divonis bersalah kemudian melakukan uji materi UU tersebut ke MK. Pada tanggal 29 November 2013, MK memutuskan untuk mengabulkan permohonan Misran. Dengan demikian kini para mantri boleh melakukan pelayanan kesehatan layaknya dokter. Klausul yang memperbolehkan mantri praktek adalah “perawat yang melakukan tugasnya dalam keadan darurat yang mengancam jiwa pasien diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien”.
Keputusan MK ini disambut sorak dan gemuruh kemenangan bagi para mantri yang selama ini selalu dihantui pelanggaran hukum bila berpraktek ria. Bagi sebagian dokter keputusan MK ini adalah musibah. Sudah bukan rahasia lagi di daerah-daerah antara dokter dan mantri saling curiga dan berebut pasien. Dokter menuduh perawat menyerobot lahan profesi lain sedangkan perawat dengan enteng akan menjawab bahwa itu salahnya dokter punya lahan kok tidak digarap atau karena kemauan masyarakat. Lagi-lagi pasien yg akan dirugikan karena dijadikan media propaganda dan sarana ujicoba bagi kedua profesi tersebut.
Kalau mengacu kepada praktik yang diterapkan secara international perawat (mantri) tidak boleh praktek memberikan pengobatan karena itu wilayah dokter. Praktek keperawatan yang diperbolehkan adalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Begitu juga dokter tidak berwenang memberikan obat karena itu wilayah praktik kefarmasian. Ada beberapa negara yang memperbolehkan perawat memberi obat namun sangat terbatas sekali pada jenis yang disebut obat "over the counter". Itupun setelah menempuh pendidikan khusus hingga dapat gelar Practioner Nurse. Lain dengan para mantri di Indonesia dengan mantuan IIMS dan dunia internet mereka bisa menjelajah obat-obatan dan diberikan kepada masyarakat yang jauh diluar wewenangnya.
Ada beberapa hal yang aneh dalam keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman kepada Misran :
1. Bahwa hingga kini tidak jelas siapa yang melaporkan Misran ke Polda Kalimantan Timur. Selama proses pengadilan berjalan tidak pernah ada sebutan nama pelapor dan keterangan pelapor untuk tujuan apa membuat laporan. Misran si Mantri desa hanya diperiksa dan dibawa kepengadilan lalu dijatuhkan hukuman.
2. Undang-undang yang digunakan sebagai salah satu alat untuk menjatuhkan hukuman kepada Misran adalah undang-undang yang sudah kadaluarsa. Menurut Kuasa hukum Misran Undang-undang No 32/1992 ini sudah tidak berlaku lagi.
Sumber :
1. http://ag0estth0.blogdetik.com/2010/04/27/misran-mantri-desa-yang-malang/
2. http://mekar-sinurat.blogspot.com/2011/02/tragedi-kasus-misran.html
3.http://rsud.rejanglebongkab.go.id/kisah-misran-mantri-yang-pernah-dikriminalisasi-uu-kesehatan-no-362009/
3.http://rsud.rejanglebongkab.go.id/kisah-misran-mantri-yang-pernah-dikriminalisasi-uu-kesehatan-no-362009/
No comments:
Post a Comment