Trifosa's Blog: June 2014
Corgi Dog Bark

Thursday 19 June 2014

Pembatalan UU Perkoperasian



Kalangan DPR mengaku kecewa atas dibatalkannya UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian oleh MK. "Komisi VI DPR kecewa terhadap pembatalan secara menyeluruh UU Perkoperasian No 17 Tahun 2012, karena yang digugat ke MK sebenarnya hanya tiga pasal tapi yang dibatalkan semuanya," kata anggota Komisi VI DPR, Lili Asdjudiredja dan Erik Satrya Wardhana, di Jakarta, Kamis (5/6/2014).

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar Lili Asdjudiredja menyatakan keanehannya pada putusan MK tersebut. Sebab, hanya beberapa pasal yang dipermasalahkan, namun secara keseluruhan UU itu malah dibatalkan.
“Kalau menurut saya, MK ini mungkin tidak menguasai sepenuhnya soal koperasi, kemudian perwakilan dari kementerian koperasi barangkali menjelaskannya kemungkinan kurang lengkap, sehingga kemudian juga dari pihak DPR. Seharusnya komisi yang membidangi Koperasi juga dilibatkan untuk memberikan penjelasan di sidang MK itu sehingga dengan demikian informasi itu akan lebih lengkap. Jangan yang datang ke sana bukan orang yang tidak ikut di dalam pembahasan, jadinya susah. Akhirnya ya wajar saja MK memutuskan seperti itu,” katanya.



Alasan Pembatalan

Terkait adanya beberapa pasal didalam UU Perkoperasian yang dianggap mengusung semangat kapitalisme yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip koperasi sebagaimana alasan yang digunakan penggugat UU Perkoperasian di MK, menurut Lili, prinsipnya koperasi tetap sekumpulan orang untuk mendirikan suatu wadah usaha.
Oleh karena itu, kata Lili, harus diberikan penjelasan dan yang bisa memberikan penjelasan itu menurut dia adalah pihak kementerian koperasi. “Apalagi draft UU ini kan dari pemerintah. Intinya dari Kementerian Koperasi kurang bisa memberikan penjelasan secara tuntas,” jelasnya.
Sementara Erik mengatakan, sebagai warga negara yang baik tentunya kami akan menerima dan berusaha untuk memahami pertimbangan MK itu.
Sebelumnya pada tanggal 29 Mei pukul 09.30 WIB, MK menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan hakim menyatakan filosofi dalam Undang-Undang Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
MK juga menegaskan bahwa undang-undang itu mengutamakan skema permodalan materiil dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang menjadi ciri fundamental koperasi sebagai entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945.
Pada sisi lain, koperasi harus menjadi sama dan tidak berbeda dengan perseroan terbatas dan kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.
Pembatalan undang-undang terbaru itu, secara otomatis acuan yang diikuti seluruh geralan koperasi Indonesia tetap mengacu pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
Menurut Erik, pada saat pandangan akhir fraksi pada pengambilan keputusan pengesahan UU Perkoperasian dalam rapat paripurna, Fraksi Partai Hanura, kata dia, sudah menyatakan bahwa fraksinya tidak puas terhadap proses pembahasan UU Perkoperasian yang merupakan UU inisiatif dari pemerintah.
“Draf UU yang diajukan pemerintah pada saat itu menurut kami menunjukkan ketidaksiapan dan pemahaman yang kurang dari pemerintah terhadap permasalahan yang mendasar dari koperasi secara keseluruhan,” ujarnya.
Misalnya saja, kata Erik, didalam UU itu lebih banyak mengatur tentang koperasi simpan pinjam, padahal koperasi itu, sesuai dengan amanat dari pasal 33 ayat 1 UUD 1945, adalah perwujudan dari usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Menurut dia, seharusnya UU Koperasi itu lebih menekankan kepada konsep kepemilikan dan integrasi usaha yang dalam bahasa UUD 1945 adalah merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. sehingga tekanannya mestinya selain pada konsep kepemilikan juga kepada sektor-sektor yang produktif.
“Kalau koperasi simpan pinjam itu kan tidak melulu produktif, karena di dalam komponen simpan pinjam pasti ada pembiayaan yang bersifat konsumtif, padahal koperasi itu harus sebagai wadah orang untuk mengakses pada kepemilikan usaha secara bersama pada sektor-sektor yang produktif sehingga bisa menumbuhkan dan menambah nilai tambah dan bisa mendorong proses produksi secara berkelanjutan dan akhirnya akan menimbulkan efek multiplyer yang besar. Point ini yang kami rasa kurang,” jelasnya.
Meski begitu, politisi dari Partai Hanura itu merasa UU Nomor 17 tahun 2012 ini sebetulnya masih bisa dipakai. Cuma memang, kata dia, harus ada pasal-pasal yang perlu diperbaiki. “Tapi kalau memang keputusan MK sudah seperti itu, maka menjadi tugas DPR bersama-sama pemerintah untuk segera memproses kembali UU Koperasi yang baru untuk menggantikan UU Koperasi yang lama,” katanya. 



Sumber :
1. www.pikiran-rakyat.com/node/284075
2. industri.bisnis.com.read/20140531/87/231852/uu-koperasi-dibatalkan-menkop-kecewa-tetapi-taati-putusan-mk